Minggu, 26 Oktober 2014

Sudah Siapkah Mempunyai Menantu?

Dilihat dari kesiapan mempertahankan eksistensi keturunan, ada 2 tipe orang tua. Yang pertama adalah mereka yang bukan hanya siap memiliki anak, tapi juga siap memiliki menantu. Dan yang kedua adalah mereka yang tidak siap memiliki menantu.

Yang kocak dari sini adalah bahwa jarang ada yang mau mengaku berada pada posisi yang pertama ataupun kedua. Karena khawatir pandangan orang lain. Contohnya sebagai berikut.

Ada yang tidak mau menempatkan diri pada posisi pertama karena khawatir dibilang kegatelan. Ingin cepat-cepat melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai orang tua. Atau khawatir dikatakan mengajarkan anak untuk ganjen.

Padahal wajar jika siap menerima menantu. Karena anak yang sudah dewasa pasti ingin memiliki rumah tangga seperti orang tuanya ini sewaktu muda dulu. Tapi orang tua kadang lupa menempatkan dirinya seperti dahulu sebagai anak, karena sudah terlalu lama menjadi orang tua, mungkin...

Dan wajar jika ingin mempertahankan eksistensi keturunan. Which is memiliki cucu. Ada kemungkinan pula karena takut dikatakan tua karena sudah punya cucu. Padahal sebenarnya khawatir jika ternyata memiliki cucu tidak semenyenangkan hidup tanpa gangguan anak kecil. Padahal memiliki cucu itu merupakan anugrah.

Yang kedua, ada yang tidak mau dikatakan tidak siap memiliki menantu. Padahal memang dari sikapnya terlihat ketidak siapannya. Jika ada yang ngapel anaknya atau naksir anaknya, dia bersikap dingin, cuek, ataupun marah-marah. Sebagai orang tua, lupa. Bagaimanapun manusia, jika berhadapan dengan yang akan jadi orang tuanya, pastilah ada sedikit kegugupan. Apalagi jika tidak ada sikap wellcome dari orangtua yang diharapkan jadi mertuanya tersebut. Apalagi jika masih muda yang masih sedikit pengalaman dalam mendekati keluarga calon pasangan hidup.

Apa yang mendasarinya, mungkin karena terlalu sayang. Sehingga tidak rela berbagi perhatian anak dengan orang lain. Atau merasa tidak ada yang cukup baik untuk jadi pasangan anaknya. Lagi-lagi lupa bahwa anaknya pun belum tentu cukup baik untuk jadi pasangan seseorang. Tapi dengan keikhlasan, mudah-mudahan membawa kebahagiaan untuk anak dan pasangannya. Juga untuk orang tua kedua pihak.

Mudah-mudahan, saat aku menjadi orang tua, aku akan ingat disaat aku muda aku seperti apa. Dan semoga aku bisa bersikap hangat pada calon menantuku. Agar anak-anakku bisa hidup bahagia bersama pasangan mereka masing-masing. Dan mereka dapat hidup berkeluarga seperti diriku. Memiliki pasangan dan anak-anak.

Yaaa walau sampai sekarang, pasanganpun aku belum punya yang benar-benar siap untuk menikahiku. Huhuyyyy