Minggu, 28 September 2014

Budaya Makan dan Budaya Hidup Yang Cocok

Nenek kakek kita suka sekali makan makanan pedas. Makan nasi putih hangat yang masih "ngepul" dengan sambal cabai, rendang, gulai atau apapun makanan yang orang-orang sekarang katakan sebagai makanan berlemak. Anehnya mereka tidak mati muda. Mereka meninggal setelah mereka sepuh. Dengan hanya sakit sebentar saja sebelum pergi. Sepanjang hidupnya mereka begitu kuat.

Tapi kita jaman sekarang "berlagak" makan makanan sehat. No nasi putih, no santan, no goreng-goreng, no daging merah, etc with a lot of no no. Tapi penyakitan. Sedikit-sedikit obat. Kasihan bukan?

Makan whole grain, oat, minyak canola, minyak jagung, dan si impor teman-temannya yang lain. Tapi ga sadar kalau itu impor. Tapi ga sadar kalau info tentang bahan itu bagus berasal dari impor juga. Get it? Mereka pintar menjual barang, dengan sabar mereka menanamkan pemikiran bahwa apa yang kita lakukan selama ini salah. Dan mereka memberikan info jalan keluar, yang sebenarnya adalah strategi pemasaran barang mereka.

Seperti wafer rendah kalori. Bentuknya besar dan mengenyangkan tapi kalorinya sedikit. Pernahkah bertanya dibuat dari apakah itu? Dan bahan-bahan yang dipakai dibuat dari apapula? Kenapa tidak sekalian saja makan plastik atau rambut atau kapas yang diberi rasa? Toh sama-sama rendah kalori dan mengenyangkan secara permanen. Hahahaha.... Ini bukan saran. Hanya mengajak Anda berfikir ulang.

Coba untuk bangga dengan gaya hidup kakek nenek kita. Dan tetap melestarikan budaya makan dan budaya hidup bangsa kita. Budaya kita tidak salah. Karena cocok dengan kita. Hanya butuh pagar yang lebih baik dalam kita menerapkannya, yaitu jangan berlebihan. Karena apa pun yang berlebihan itu tidak baik. Yang indah adalah keseimbangan.